Syari’at Islam Melindungi Perempuan Dari Kekerasan Seksual

Oleh: Ust. Abdullatif.Ab (Pengasuh Pondok Baitul Hamdi)

Pelitasukabumi.id – Kekerasan seksual terhadap perempuan kini menjadi persoalan serius yang menghantui berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Kasusnya terus meningkat, pelakunya semakin beragam. Ruang-ruang yang seharusnya aman justru menjadi tempat terjadinya pelecehan. Data Kementerian PPPA mencatat hingga April 2025 terdapat 5.949 kasus kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan juga melaporkan peningkatan lebih dari 50 persen kasus kekerasan seksual dibanding tahun 2023. Mirisnya, pelaku tak hanya berasal dari kalangan asing bagi korban, tetapi juga dari figur yang seharusnya melindungi—ada guru besar, dokter, tokoh agama, aparat, bahkan anggota keluarga sendiri.

Sebagai negeri dengan mayoritas muslim, patut kita bertanya mengapa kekerasan seksual terhadap perempuan justru makin meningkat? Padahal negara telah membentuk berbagai lembaga seperti Komnas Perempuan. Hal ini menunjukkan adanya persoalan yang lebih mendasar, yaitu sistem dan budaya sekuler-liberal yang memisahkan agama dari kehidupan. Dampaknya, pornografi bebas dikonsumsi masyarakat—sejak 2005 Indonesia masuk 10 besar negara pengakses situs porno dunia—dan ini menjadi pemicu seks bebas serta kekerasan seksual.

Di samping itu, masyarakat menganggap biasa terhadap pergaulan bebas antara pria dan wanita. Seolah semua serba boleh. Bukankah ini membuka celah terjadinya perzinaan maupun pelecehan seksual? Perempuan pun kerap dieksploitasi melalui kontes kecantikan yang, menonjolkan penampilan fisik. Perempuan diposisikan bukan sebagai pribadi mulia, tetapi objek pemuas nafsu. Ironisnya, hukum yang ada sering gagal memberi keadilan: korban takut melapor, pelaku dihukum ringan, bahkan tak jarang kasus diselesaikan secara damai.

Dalam pandangan Islam, perempuan harus dimuliakan dan dilindungi. Islam menetapkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam iman dan amal. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman: ”Siapa saja yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, sementara dia seorang Mukmin, sungguh akan Kami beri dia kehidupan yang baik. Mereka pun akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl [16]: 97).

Hubungan pria dan wanita dibangun atas dasar takwa, bukan hawa nafsu. Islam mendorong kerja sama dalam keimanan, bukan dalam kebebasan yang menjerumuskan.

Islam memberikan langkah preventif yang tegas. Di antaranya adalah pertama, perintah menutup aurat. Kaum muslimah diwajibkan mengenakan kerudung (khimaar) dan jilbab yang longgar (QS. an-Nûr [24]: 31; QS. al-Ahzâb [33]: 59). Juga menjaga pandangan dari melihat uarat orang lain. Allah SWT berfirman: “Katakanlah kepada orang-orang mu’min agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur 24: Ayat 30)
Nabi SAW bersabda: ”Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah iblis. Siapa saja yang meninggalkan tindakan demikian karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberi dia balasan iman yang terasa manis dalam kalbunya.” (HR. al-Hakim ).

Baca Juga :  Marhaban Ya Ramadhan

Kedua, Islam mengharamkan khalwat dan ikhtilath. Khalwat yakni berduaan dengan lawan jenis non-mahram. Sedang Ikhtilath; campurbaurnya antara pria dan wanita, kecuali dalam muamalah, pendidikan, atau pengobatan. Mengapa? Karena hal ini membuka pintu setan. Nabi SAW bersabda: ”Ingatlah, tidaklah seorang laki-laki itu berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan al-Hakim).

Ketiga, Islam melarang eksploitasi perempuan, baik melalui kontes kecantikan maupun pekerjaan yang mengeksploitasi fisik. Islam memperbolehkan perempuan bekerja sesuai keahlian, namun dengan menjaga aurat, tidak ber-tabarruj yakni bersolek sehingga menarik lawan jenis. “Janganlah berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu”. (QS. Al Ahzab [33] : 33)

Tindakan preventif saja tidak cukup. Islam juga menetapkan sanksi tegas bagi pelaku kekerasan seksual. Eksploitasi terhadap perempuan dan produksi konten pornografi dikenai hukuman ta’zîr yang jenis serta beratnya ditentukan oleh qâdhi (hakim), bisa berupa penjara, cambuk, atau bahkan hukuman mati jika dianggap sangat berat. Pelecehan seksual seperti catcalling (pelecehan Verbal), menyentuh, atau mengintip juga dapat dijatuhi sanksi sesuai tingkat kejahatan. Untuk pelaku pemerkosaan, bila belum menikah (ghayr muhshan), dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan setahun. Bila sudah menikah (muhshan), hukumannya adalah rajam hingga mati, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi SAW. Bila disertai penculikan atau penganiayaan, pelaku bisa dikenai hukuman tambahan. Negara pun wajib melindungi korban dan menjamin pemulihan fisik serta mental mereka.

Inilah sistem yang benar-benar melindungi kehormatan dan keamanan perempuan secara menyeluruh. Sistem yang dapat mencegah tindak kekerasan seksual pada perempuan.

Bagikan Pelitasukabumi.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Punten Teu Kenging Copas nya, Mangga hubungin IT Pelitasukabumi.id 081563116193