Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Annahal ayat:18)
Semua nikmat yang diterima itu bukan untuk kesombongan, keangkuhan dan kejahatan tapi disyukuri untuk digunakan beribadah kepada Allah Swt, Dzat yang telah memberi berbagai nikmat tersebut, dengan melaksanakan segala aturan syariat-Nya.
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku (sembelihanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S. Al An’am: 162-163)
Diantara bentuk syukur nikmat itu adalah mendirikan shalat wajib maupun sunah sebagai bentuk syukur spiritual (hablum minallah) dan menyembelih hewan qurban untuk dimakan bersama sebagai bentuk syukur sosial (hablum minannas).
” Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah ” (QS. Al Kautsar: 2).
Sementara yang memusuhi Beliau SAW dan umatnya; Abu Jahal, Abu Lahab, Walid bin Mughirah, Wail bin Ash dan para pengikut mereka, dikelompokan kedalam Al-Abtar, yaitu orang – orang yang mengalami defisit kebaikan, orang tidak punya masa depan. Nama mereka dikenang dengan keburukan. Mereka menutup hati untuk menerima cahaya kebenaran. Mata mereka hanya melihat sisi materi semata. Sehinga kekayaan, keturunan dan kesukuan menjadi standar kehormatan dan bahan kesombongan.
” Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (Q.S. Al-Kautsar:3)