Oleh: Ust. Lathief AbdallahSekBid Keagamaan BJI Sukabumi Raya
Pelitasukabumi.id – Islam sebagai agama yang luas (syamil) dan sempurna (kamil) membahas berbagai sisi kehidupan. Dari mulai ibadah, keluarga, muamalah termasuk masalah kekayaan alam.
DR. Wahbah Al Zuhaily dalam kitab Alfiqhul Islami Wa Adlilatuhu, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab nidzamul Iqtshadi menjelasakan, ada tiga jenis kepemilikan dalam Islam:
(1) kepemilikan individu (al-milkiyyah al-fardiyyah); (2) kepemilikan umum (al-milkiyyah al-‘aammah); (3) kepemilikan negara (al-milkiyyah ad-dawlah)
Terkait kepemilikan umum, menurut,
ada tiga macam: Pertama, apa saja yang menjadi hajat hidup orang banyak. Seperti : air, padang rumput, enrgi listrik, dan lain-lain. Kedua, benda-benda yang dari segi bentuknya tidak boleh dikuasai oleh individu. Seperti: jalan, jembatan, sungai, danau, dan lain-lain. Ketiga, barang tambang yang depositnya besar. Seperti: tambang emas dan tembaga, dan lain-lain.
Dalam pandangan Islam, barang tambang dalam jumlah besar merupakan milik umum (al-milkiyyah ‘aammah). Dasar utamanya adalah sabda Nabi Muhammad SAW,
Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara yaitu: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan adalah milik umum dan tidak boleh dimiliki oleh individu.
Para ulama sepakat bahwa air, padang rumput, dan api adalah milik bersama. Kepemilikan umum bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya yang dibutuhkan banyak orang. Semua fasilitas publik, seperti jalan raya, pantai, dan barang tambang, termasuk dalam kepemilikan umum dan harus dimanfaatkan untuk kepentingan semua anggota masyarakat, bukan individu atau kelompok tertentu.
Contoh penerapan prinsip ini adalah hadis tentang tambang garam yang ditarik kembali oleh Rasulullah SAW dari kepemilikan seorang sahabat setelah mengetahui depositnya melimpah (HR Abu Dawud dan at-Timidzi).
Hadis ini menunjukkan bahwa barang tambang dengan deposit melimpah adalah milik umum dan tidak boleh dimiliki individu. Imam Ibnu Qudamah menegaskan bahwa barang tambang yang melimpah seperti minyak bumi dan air juga termasuk dalam kepemilikan umum (Al-Mughni, 12/131). Dengan demikian, seluruh barang tambang yang jumlahnya melimpah tidak boleh dimiliki oleh individu, kelompok, swasta, atau asing.
Berdasarkan paparan di atas, jelas bahwa semua tambang dengan deposit besar harus dikelola oleh negara dan haram dikuasai oleh individu, swasta, asing, maupun ormas. Kalaupun dalam pengelolaannya Negara melibatkan pribadi-pribadi, swasta dan asing, termasuk ormas, mereka semua hanya boleh menjadi mitra pelaksana (operator) yang dikontrak. Bukan diberi konsesi, penguasaan atau hak kepemilikan atas tambang-tambang tersebut.
Ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan MUI yang sudah beredar kabar menerima pemberian pengelolaan tambang dari negara, seharusnya mereka mendorong negara untuk mengambil alih tambang dari oligarki swasta dan asing demi kepentingan rakyat, bukan terlibat dalam penguasaan tambang tersebut.
Alhasil, ormas-ormas Islam seharusnya tidak tergoda untuk terlibat dalam penguasaan dan pengelolaan tambang apapun. Ormas-ormas Islam harus tetap fokus pada amar makruf nahi mungkar, mengoreksi kebijakan negara yang melenceng dari syariah Islam, termasuk dalam pengelolaan tambang yang kapitalistik, liberal dan ugal-ugalan.
Hendaknya ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kabaikan (Islam) dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Mereka itulah kaum yang beruntung. (QS Ali Imran [3]: 104).
Di tengah kekayaan barang tambang yang amat berlimpah-ruah di negeri ini, rakyat kebanyakan tetap miskin. Padahal rakyatlah sesungguhnya pemilik semua tambang yang ada, termasuk sumberdaya alam lainnya, yang menguasai hajat hidup orang banyak.