Oleh: Ust. Lathief AbdallahPengasuh Pondok Baitul Hamdi
Pelitasukabumi.id – Bulan Dzulqa’dah ini kaum muslimin yang mendapat istitho’ah (kemampuan) sedang bersiap-siap melaksanakan ibadah haji, sebagian keloter jamaah sudah mulai berangkat ke tanah suci. Untuk negara Indonsia tahun ini, jumlah totalnya mencapai 241.000 kuota haji. Pada bulan Dzuhijah nanti di kota Makah Baitul Haram akan berkumpul kurang lebih 2 juta manusia ‘min kulli fajjin amiq’, dari berbagi penjuru dunia. Semua kaum muslim menuju Tanah suci untuk melaksanakan rukun islam yang ke lima yakni berhaji ke Baitullah.
Dalam melaksanakan ibadah haji, para jamaah berharap dan berlomba meraih gelar haji mabrur. Karena hanya haji mabrur yang akan mendapat balasan langsung berupa surga. Disebutkan dalam hadits Nabi SAW, “Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga,” (H.R. Bukhari).
Hanya saja haji mabrur bukan gelar klaim sendiri, gelar yang bisa dibeli, atau gelar sematan dari manusia, bukan pula gelar pemberian penyelenggara. Ia hanya gelar dari sisi Allah Swt. Membaca dari berbagi literasi ulama, setidaknya ada empat faktor yang menjadikan haji itu bernilai mabrur:
Pertama. Niat berhaji harus ikhlas. Semua ibadah termasuk haji mesti diniatkan hanya karena Allah Swt. Tidak mencari prestasi dan prestise selain mengharap ridha Allah SWT. “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua. Biaya yang digunakan untuk haji mesti dari sumber yang halal. Karena setiap ibadah yang menggunakan harta dari yang haram, ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah Swt. “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib baik.“ (HR. Muslim). “Jika seseorang melakukan haji dengan harta yang tidak halal, lalu dia talbiyah ‘labbaika wa la sa’daika’, maka Allah menjawab: Tidak ada ‘labbaika wa la sa’daika’, hajinya ditolak” (HR Ibnu Adi, Dailami dan al-Bazzar)
Menurut para ulama, “Maka bila seseorang berhaji dengan harta syubhat atau harta hasil ghasab (curian, korupsi) maka secara zahir hajinya sah tetapi dia berdosa dan tidak meraih haji mabrur. Demikian pendapat Imam Syafi’i ,Imam Malik, Abu Hanifah dan jumhur ulama salaf dan khalaf “(Al Mausu’ah al Fiqhiyyah jilid 17 hal 131)
Ketiga. Memenuhi pelaksanaan manasik haji. Berhaji bukan berkunjung ke Baitullah untuk wisata atau traveling. Tapi mesti melaksanakan prasyarat dan sekumpulan kegiatan, yakni syarat haji, rukun haji dan Wajib Haji yang disebut manasik. “Ambillah dariku manasik-manasik kalian, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, mungkin saja aku tidak berhaji setelah hajiku ini”. (HR. Muslim).
Syarat wajib haji adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sehingga dia diwajibkan untuk melaksanakan haji. Yaitu; Islam, Berakal, Baligh, Merdeka dan Mampu.
Rukun Haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji, dan jika tidak dikerjakan hajinya tidak sah. Yaitu; Niat, Ihram, Wukuf, Tawaf Ifadah, Sa’i, Tahallul, dan Tertib
Sedang wajib haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap rukun haji, jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka hajinya tetap sah, namun harus membayar dam (denda). Yaitu; mabit, melontar Jumrah, Tawaf Wada’, dan meninggalkan perbuatan yang dilarang setelah ihram.
Keempat. Sepulang melaksanakan ibadah haji berprilaku lebih baik dari sebelumnya. Semua orang diundang untuk berkunjung ke tanah suci, tapi tidak semua orang mampu memenuhinya. Mereka yang mampu memenuhinya adalah orang terpilih, wufudzullah (tamu Allah). Bersama jutaan lainnya berkumpul menyatakan ketundukan dan kepasrahan kepada-Nya. Sekembalinya ke tanah suci menjadi tauladan sebagai hamba terhormat yang telah dimuliakan oleh Allah Swt. Lebih giat dalam beribadah, lebih dermawan, lebih santun, dan giat menebar kedamain. “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.”(H.R. Ahmad). “Rasulullah saw. ditanya tentang haji mabrur. Rasulullah kemudian berkata, ‘Memberikan makanan dan santun dalam berkata.’ (HR. Al-Hakim)
Semoga yang sedang dan sudah melaksanakan haji menjadi haji yang mabrur, diterima oleh Allah SWT. Bagi yang sudah merencanakan semoga diberi kemudahan hingga pada waktunya. Aamiin.