Wartawan Nabil
Pelitasukabumi.id – Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Sukabumi, KH Apep Syaefullah, menganalogikan bahwa antara pemimpin dan rakyat itu laksana imam dan makmum dalam shalat berjamaah.
“Kalau seorang pemimpin berlaku salah, maka ingatkan dengan cara yang baik sesuai aturan. Begitu pun jika imam shalat lupa atau berbuat kesalahan maka makmum ingatkan imam dengan membaca ‘subhanallah’ kata Apep.
Lalu bagaimana jika seorang pemimpin itu sulit untuk diingatkan? Kalau pemimpin itu merupakan pejabat negara di level tertinggi hingga terendah, maka rakyatnya jangan memilih dia kembali jika kelak mencalonkan lagi di periode berikutnya. “Itu pun berlaku bagi seorang imam shalat,” ujarnya.
Mengingatkan dalam konteks normatif bukan didasarkan atas sikap sentimen. Jika seorang pejabat negara itu melanggar konstitusi maka itu lah yang dinamakan pelanggaran. “Maka peringatan yang disampaikan itu bersifat normatif dan bukan berniat menjatuhkan atau sejenisnya,” ujarnya.
Dengan demikian, sikap antara yang pro dan kontra harus disalurkan lewat kanal-kanal yang telah disediakan lewat jalur konstitusi atau tidak menempuh jalur-jalur yang inkonstitusional. Sehingga penyelesai masalah tersebut menghasilkan keputusan yang diterima oleh kedua belah pihak.
“Dalam Islam pemimpin yang sulit diingatkan, maka jangan diikuti atau dalam usul fiqih disebut ‘mufarroqoh’ atau berpisah tapi juga tidak menjatuhkan. Karena menjatuhkan seorang pemimpin dilakukan tanpa memiliki argumentasi dan dasar-dasar yang kuat ini dilarang Islam (bughot),” tandasnya.