Wartawan Iyus Firdaus
Pelitasukabumi.id – Isu seputar pengelolaan sampah dan Indeks Kwalitas Lingkungan Hidup (IKLH), menjadi sorotan tajam dalam pelaksanaan kegiatan Forum Perangkat Daerah Dinas Lingkungan Hidup (FPD-DLH) Kota Sukabumi, Rabu (28/2/2024). Pasalnya, untuk menyelesaikan carut marut kedua masalah tersebut, masih belum menemukan formula yang tepat.
Bahkan dari kaca mata DLH kota Sukabumi, Lingkungan dan TPA saat ini dalam kondisi tidak baik-baik saja. Sehingga membutuhkan kerja keras dan sinergitas dari pemangku kepentingan dan stakeholder lainnya.
“Kedua isu tersebut saat ini tergolong sedang menghawatirkan.atau sedang tidak baik-baik saja. Terkait kualitas lingkungan hidup di Kota Sukabumi berdasarkan data masih menunjukan dalam kategori sedang. Sedangkan untuk pengelolaan sampah, masih tingginya volume pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA),” Kepala DLH Kota Sukabumi, Asep Irawan.
Indeks Kwalitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kota Sukabumi saat ini berdasarkan data yakni berada diangka 60 dibawah Provinsi Jabar dengan nilai 64, tambahnya.
Masih kata dia, pengelolaan sampah kata Asep, saat ini sampah yang masuk ke TPA masih tergolong sangat tinggi yakni 75 persen, dari seluruh timbunan sampah per hari mencapai 184 ton.
Untuk itu target DLH ke depan, komposisi harus dibalik. Dimana pengurangannya diperbesar dan pembuangan sampahnya di perkecil. “Kita harus belajar dari Banyumas. Dimana hanya 25 persennya ke TPA. Sehingga saat ini daerah tersebut sedang menuju zero pembuangan ke TPA,” ungkapnya.
Lebih lanjut Asep menjelaskan, sebanyak 40 persen sampah itu berasal dari makanan, 38 persen berasal dari sampah rumah tangga. Makanya, untuk itu bagaimana ke depan lebih konsen ke masalah pengelolaan sampah dilingkungan bekerjasama dengan aparat wilayah, komunitas, dan masyarakat.
“Kemarin kita sudah coba di Kecamatan Cikole dalam pengelolaan sampah, yang nantinya akan ditularkan ke wilayah-wilayah lainya yang ada di Kota Sukabumi,” terangnya.
Selain mendominasi kegiatan di wilayah ujarnya, upaya lainya mengoptimalkan pengelolaan sampah untuk mejadi komoditas. Mengingat lahan yang ada saat ini terbatas dan tidak mungkin ada lagi ada TPA yang baru.
Acap kali dibutuhkan pemanfaatan sampah dengan bekerjasama dengan berbagai pihak.”Kami sudah melakukan pembicaraan dengan perusahaan swasta untuk memproduksi Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai bahan bakar berasal dari sampah.
Lainnya kata dia, dengan skema penawaran dari Kementrian PU terkait pembangunan RDF itu sendiri ke depan kedua upaya tersebut menjadi solusi dalam pengurangan sampah.
Asep juga mengakui sangat khawatir dengan kondisi TPA yang ada saat ini. Karena, kondisi TPA lama sudah tidak bisa digunakan lagi.
Begitu juga dengan TPA yang baru dibangun oleh Kementrian PU yang januari lalu sudah digunakan. Namun, melihat progres yang ada mungkin dalam waktu 2 tahun sudah full. Kondisi tersebut tentunya akan menjadi bom waktu di tahun 2025.
“Sementara, untuk TPA yang baru sekarang mengandalkan ke Provinsi Jabar, dimana saat ini saat ini tengah melakukan uji kelayakan untuk membangun TPA regional. Tapi agenda yang ada paling cepat 2028, sementara TPA yang ada usianya cukup sampai 2025,” ungkap dia.