Pelitasukabumi.id – Dalam 100 hari kerja pertama, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di bawah kepemimpinan Menteri ATR/Kepala BPN menunjukkan komitmen kuat dalam menata sistem pertanahan nasional.
Reformasi ini tidak hanya berfokus pada percepatan sertifikasi tanah, tetapi juga pada pemberantasan mafia tanah serta penyempurnaan tata kelola Hak Guna Usaha (HGU). Berbagai langkah strategis pun telah ditempuh guna menciptakan sistem agraria yang lebih berkeadilan, transparan, dan akuntabel.
Salah satu capaian utama dalam 100 hari kerja ini adalah penataan ulang sistem pemberian, perpanjangan, dan pembaharuan HGU. Langkah ini diambil untuk menjamin keadilan dalam distribusi lahan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pemerintah telah menyusun dua rancangan peraturan menteri terkait, yaitu:
- Rancangan Peraturan Menteri tentang pengaturan dan tata cara penerapan HGU.
- Rancangan Peraturan Menteri mengenai pelimpahan kewenangan dalam penetapan hak atas tanah dan pendaftaran tanah.
Dengan adanya regulasi ini, ATR/BPN berupaya menciptakan sistem pertanahan yang lebih inklusif dan mengakomodasi kepentingan masyarakat serta dunia usaha secara seimbang.
Baca Juga: Kunjungi PWI Gresik, Mayjen TNI Agus Winarna Bahas Peran Pers dalam Bela Negara
Dalam upaya mewujudkan kepastian hukum, ATR/BPN tidak hanya berfokus pada administrasi pertanahan, tetapi juga mengintensifkan pemberantasan mafia tanah. Tahun 2024, kementerian ini telah menetapkan 66 Target Operasi (TO) dan berhasil menyelesaikan 90 kasus, dengan total luas objek permasalahan mencapai ±7.020.105 m².
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus Dago Elos, Bandung. Penyelesaiannya dilakukan melalui sinergi dengan Kejaksaan, Kepolisian, TNI, BIN, KPK, serta Mahkamah Agung. Langkah ini menegaskan bahwa pemberantasan mafia tanah bukan hanya sebatas retorika, melainkan agenda prioritas nasional yang ditangani secara serius.
Dalam 100 hari kerja, ATR/BPN juga mencatatkan kemajuan signifikan dalam percepatan sertifikasi dan pendaftaran tanah, di antaranya:
- 537 badan hukum telah menerima sertifikat HGU untuk izin usaha perkebunan kelapa sawit.
- 2,6 juta bidang tanah telah terdaftar, melampaui target 1,5 juta bidang dalam 100 hari.
- 14 tanah ulayat masyarakat hukum adat telah disertifikasi, memastikan hak masyarakat adat terlindungi.
- 6.621 bidang tanah wakaf produktif telah terdaftar dan dimanfaatkan.
Langkah ini merupakan wujud nyata komitmen ATR/BPN dalam memastikan seluruh aset tanah di Indonesia memiliki kepastian hukum serta dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, ntuk mendorong efisiensi dan akurasi dalam perencanaan tata ruang, ATR/BPN saat ini tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Regulasi ini menjadi tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2029.
Selain itu, ATR/BPN juga menjalankan Program Integrated Land Administration and Spatial Planning (ILASP) yang didukung oleh World Bank. Program ini bertujuan untuk mengintegrasikan administrasi pertanahan dengan batas administrasi desa, sekaligus mempertimbangkan dampak perubahan iklim.
Dalam pelaksanaannya, program ini melibatkan Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Badan Informasi Geospasial (BIG), dengan rencana perluasan ke Kementerian Kehutanan dan Kementerian Transmigrasi.
Gebrakan ATR/BPN dalam 100 hari pertama ini menjadi fondasi kuat bagi reformasi pertanahan yang lebih progresif. Dengan pendekatan berbasis kepastian hukum, transparansi, dan inovasi digital, kementerian ini bertekad menciptakan sistem agraria yang lebih profesional dan terpercaya.
Melalui visi “Melayani, Profesional, Terpercaya”, ATR/BPN terus bergerak maju dalam mengawal tata kelola pertanahan yang lebih adil, merata, dan berdampak positif bagi kesejahteraan bangsa.