Penulis : Budhy Lesmana (Kang BG)
Pelitasukabumi.id – Ada ungkapan orang Arab :
ما نزل البلاء إلا بذنب وما رفع إلا بتوبة
“Setiap musibah yang turun disebabkan oleh dosa, dan tidak akan terangkat kecuali dengan taubat”
Maka, sadarlah untuk tidak menantang musibah datang dengan menghindari perbuatan maksiat.
Lantas, apakah ketika terjadi musibah yang menimpa sebagian umat Islam di suatu tempat, dicap sebagai hukuman atau azab ( al-‘uqūbāt/al-‘iqāb ) bagi umat di tempat tersebut.
Ataukah musibah itu sebagai bentuk ujian ( al-ibtilā’ ). Artinya, musibah itu tidak ada kaitan secara umum dengan dosa atau maksiat yang dilakukan umat Islam di lokasi musibah.
Para ulama mendefinisikan musibah sebagai berikut :
اَلْمُصِيْبَةُ هِيَ كُلُّ مَكْرُوْهٍ يَحُلُّ بِالْإِنْسَانِ
“Musibah adalah segala sesuatu yang dibenci yang terjadi pada manusia.” (Ibrahim Anis dkk, Al-Mu’jam al-Wasīṭ , hlm. 527).
Berdasarkan kajian terhadap nash-nash Al-Qur`an dan As Sunnah yang terkait dengan musibah, Ahli Fiqh Kontemporer KH Sidiq AlJawi menyatakan, secara garis besar ada dua sebab terjadinya musibah :
Pertama , musibah yang disebabkan oleh dosa atau maksiat yang dilakukan oleh manusia. Dengan kata lain, musibah ini adalah hukuman ( al-‘uqūbāt/al-‘iqāb ) atas perbuatan dosa yang dilakukan manusia. Contohnya adalah musibah banjir kepada kaum Nabi Nuh AS yang tidak mau beriman kepada beliau, sesuai firman Allah SWT :
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ
“Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS Al-‘Ankabut : 14).
Kedua , musibah yang terjadi bukan karena dosa atau maksiat yang dilakukan manusia. Akan tetapi merupakan ujian (al-ibtilā’) kepada manusia, bukan sebagai hukuman ( al-‘uqūbāt/al-‘iqāb ). Contohnya berbagai bencana alam yang menjadi ujian bagi manusia, seperti firman Allah SWT :
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit kelaparan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS Al-Baqarah : 155).
Al-Hasan Al-Bashri berkata:
أَكْثِرُوا مِنَ الِاسْتِغْفَارِ فِي بُيُوتِكُمْ، وَعَلَى مَوَائِدِكُمْ، وَفِي طُرُقِكُمْ، وَفِي أَسْوَاقِكُمْ، وَفِي مَجَالِسِكُمْ أَيْنَمَا كُنْتُمْ، فَإِنَّكُمْ مَا تَدْرُونَ مَتَى تَنْزِلُ الْمَغْفِرَةُ
“Perbanyaklah istighfar di rumah-rumah, meja-meja makan, jalan-jalan, pasar-pasar dan majelis-majelis kalian di manapun kalian berada, karena kalian tidak tahu kapan turunnya pengampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Belum lama ini,
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan peningkatan signifikan aktivitas vulkanik Gunung Gede. Dalam enam jam terakhir, tercatat 21 kali gempa vulkanik dalam (VA), jauh di atas rata-rata harian bulan sebelumnya. PVMBG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi letusan freatik dan hembusan gas beracun.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid mengatakan lonjakan aktivitas kegempaan ini cukup signifikan dibandingkan kondisi sebelumnya. “Pada 1 April 2024, antara pukul 00.00 hingga 06.00 WIB, terjadi 21 kali gempa vulkanik dalam. Sebagai perbandingan, rata-rata harian selama Maret 2024 hanya 0-1 kejadian,” ujar Wafid dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu, 2 April 2025.
Nah, apakah Walikota-Wakil Walikota Sukabumi ingin menantang bencana dengan menghadirkan kegiatan yang berbau maksiat, sebagai tasyakuran hari jadi Ke 111 Kota Sukabumi.
Apakah kota kecil yang dijuluki Kota Santri ini, akan berdiam diri dengan kegiatan dangdutan yg 100% mengandung maksiat, dosa yang nyata?
Kemana para ulama Kita? Apakah sudah menganggapnya lumrah?
Naudzubillah