Amaliah Di 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah.

Oleh. Ust. Lathief Abdallah
(Pengasuh Pondok Baitul Hamdi)

Pelitasukabumi.id – Mayoritas ahli tafsir mengatakan, bahwa yang dimaksud surat Al-Fajr ayat 2, “Dan demi malam-malam yang sepuluh”, adalah 10 malam pertama di Bulan Dzulhijjah. Demikian itu menunjukkan keistimewaan khusus sehingga dijadikan sumpah oleh Allah SWT.

Hal ini diperkuat oleh hadits sahih dari Anas RA, bahwa Nabi SAW bersabda, ” Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?. Beliau menjawab : Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun“. (HR. Bukhari)

Mengapa 10 hari pertama Bulan Dzulhijjah itu begitu istimewa? Berkata al-hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari: 2/460, “Alasan mengapa 10 hari dzulhijjah dilebihkan dari hari lainnya adalah karena pada hari tersebut berkumpul ibadah-ibadah inti, yaitu sholat, puasa, sedekah, dan haji, yang tidak ditemukan pada hari-hari lainnya.”

Ada beberapa amalan yang disyariatkan untuk dilakukan oleh seluruh kaum muslimin di bulan Dzulhijjah;

Pertama, dianjurkan memperbanyak puasa di sembilan hari bulan Dzulhijjah. Dan ditekankan puasa hari arafah, tanggal 9 Dzulhijjah.

Dari Ummul Mukminin, Hafshah RA, ia berkata, “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa asyura, sembilan hari pertama Dzulhijjah, dan tiga hari tiap bulan. (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad).

Abu Qatadah RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda,“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. ” (HR. Muslim)

Kedua, memperbanyak takbiran. Berdasar perintah dalam al Qur’an, “Supaya mereka berzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan”. (QS. Al-Hajj: 28).

“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang”. (QS. Al-Baqarah: 203).

Takbiran dilakukan kapan saja dan dimana saja, selama masih dalam rentang waktu yang dianjurkan, disebut takbiran mutlak. Juga secara khusus takbiran terikat dengan shalat baik setelah shalat fardlu juga setelah shalat-shalat sunah, disebut takbiran muqayyad.

Adapun lafadz takbiran sama seperti umumnya takbiran yang kita kenal, yaitu, “Allaahu akbar allaahu akbar allaahu akbar. laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar wa lillaahil-hamd”

Baca Juga :  Empat Penyebab Keruntuhan Sebuah Bangsa

Waktu pelaksanaan takbiran sebagaimana diurai dalam kitab Fiqhul Wadhih, DR. Muhamad Bakr Ismail jilid 1:270, dimuali setelah shalat shubuh hari arafah tanggal 9, hari nahr tanggal 10, hari tasyriq tanggal 11,12 dan berakhir hingga waktu asar, tanggal 13 Dzulhijjah.

Diriwayatkan dari Jabir RA beliau berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallalallahu ‘alaihi Wasallam saat usai shalat Subuh di pagi hari Arafah, beliau menghadap ke arah sahabat dan mengatakan, ‘Tetaplah di tempat kalian, lalu beliau membaca: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Lailaha illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamd. Beliau bertakbir dari pagi hari Arafah itu sampai Shalat Ashar akhir hari Tasyriq.” (HR. Addaruquthni)

Sebagian berpendapat takbiran secara mutlak diawali dari tanggal 1 Dzulhijah hingga akhir hari tasyriq, dan secara muqayyad di mulai sejak shubuh arafah hingga akhir tasyriq berdasar pada amalan beberapa sahabat.

Ketiga, memperbanyak amal salih secara umum seperti puasa, shalat sunah, tilawah, berinfak, membantu kemanusiaan, dll. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari “Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (10 hari pertama bulan Dzulhijjah).”

Keempat, shalat idul adha. Sebagaimana di riwayatkan dari Anas bin Malik RA, “Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, masyarakat Madinah memiliki dua hari yang mereka rayakan dengan bermain. Kemudian Nabi bertanya, “Dua hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Kami merayakannya dengan bermain di dua hari ini ketika zaman jahiliyah. Kemudian Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan ganti kepada kalian dengan dua hari yang lebih baik: Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. An-Nasa’i, Abu Daud, Ahmad).

Kelima, menyembelih hewan qurban. Ibadah qurban merupakan sunah yang sangat dianjurkan (sunah muakkadah). Sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat, bernilai solidaritas sosial kemanusiaan, dan menghidupkan sunah nabi Ibrahim AS dan sunah Nabi Muhammad SAW.
Sehingga bagi yang mampu, agar jangan sampai meninggalkannya. Allah berfirman:“Laksanakanlah salat untuk Rab-mu dan sembelihlah kurban.” (QS. Al-Kautsar: 2).

Nabi SAW bersabda, “Siapa yang memililki kelapangan namun dia tidak berkurban maka jangan mendekat ke masjid kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Bagikan Pelitasukabumi.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Punten Teu Kenging Copas nya, Mangga hubungin IT Pelitasukabumi.id 081563116193