Oleh: Lathief Abdallah
(Pengasuh Pondok Baitul Hamdi)
Pelitasukabumi.id – Sejarah telah membuktikan sebuah bangsa bisa runtuh bahkan punah dari peradaban. Kisah bangsa bangsa terdahulu semacam bangsa Saba, Sadom, ‘Ad, Persia, Bizantium, Unisoviet dsb, adalah contoh bangsa-bangsa yang telah runtuh.
Dalam sorotan Al-Qur’an dan Al-Hadits ada empat penyebab sebuah bangsa akan mengalami keruntuhan (coolaps State) antara lain:
Pertama. Apabila suatu urusan ditangani bukan oleh ahlinya. Apa lagi urusan berbangsa dan bernegara yang begitu rumit membutuhkan orang amanah dan profesional. Bila jabatan dipengang berdasar nepotisme bukan profesionalisme. Dibagi karena balas budi bukan berdasar tenaga ahli, maka kehancuran akan dialami. Rasulullah SAW. bersabda, “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan? ‘ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.”(HR.Bukhari)
Bila urusan agama dipegang bukan oleh ahli agama maka umat menjadi gaduh karena banyak kebijakan kontroversi. Demikian juga masalah kesehatan, pertanian, perdagangan dsb. Terlebih bila posisi sebagi pemimpin dijabat oleh yang lemah, bukannya mampu mengandalikan tapi dia akan dikendalikan. Menurut Prof Mahfud MD, para calon kepala daerah di Indonesia 92 % dibiayai oleh para cukong. Dari sini kita bisa melihat pejabat bukan lagi karena keahlian tapi karena mampu menggelontorkan uang untuk membeli suara. Maka kehancuran sebuah bangsa berawal dari sini. Orang tak punya kemampuan memegang jabatan, hanya karena titipan, dikendailikan oleh oligarki, untuk kepentingkan para insvestor yang telah berjasa kepadanya.
Kedua. Bila penegakan hukum tidak adil. Hukum dijual belikan sesuai dengan pesanan dan kekuasaan. Sehingga hukum tajam kebawah tumpul ke atas, tegas pada oposisi lemah pada yang berkuasa, cepat bila pada rakyat jelata lambat bila pada orang kaya. Masih menurut Prof Mahfud MD penegakan hukum di negeri kita lemah. Masih banyak para penegak hukum justru terlibat dengan kejahatan.
Dari ‘Urwah bin Zubair, ia mengatakan Bani Mahzum berusaha melobi Rasulullah SAW agar seorang keluarga mereka yang terbukti mencuri dibebaskan dari tuntutan hudud. Mereka siap membayar dengan harta. Nabi SAW menolak dengan keras. Lalu beliau naik mimbar dan berkhutbah “ Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari)
Ketiga. Bila para elitnya baik penguasa maupun pengusaha berprilaku korup dan hura-hura, hedonis dan egois, mementingkan kekayaan pribadi dan golongan. Mereka tidak akan peduli masa depan bangsa dan generasi, tak hirau dengan kelestarian alam dan lingkungan. Mereka tak akan perhatian kepada rakyat kecuali hanya pencitraan. Mereka bisa menjual diri ke para penjajah kapitalis dengan berbagai modus. Asal mereka dan kelompoknya senang, aman dan makmur. “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu (Al.Isra..17:16)
Keempat. Biila amar maruf nahi munkar ditinggalkan. Umat hanya berpikir individualis, tak peduli keadaan lingkungan dan negara. Kaum cerdik cendikiawan tak lagi kritis, para ulama hanya menjadi stempel penguasa. Maka kerusakan negara akan menimpa semua kalangan “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal: 25)
Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kalian betul-betul melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah akan mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya (agar supaya dihindarkan dari siksa tersebut) akan tetapi Allah Azza wa Jalla tidak mengabulkan do’a kalian. (HR Ahmad dan at-Tirmidzi)