Wartawan Iyus Firdaus
Pelitasukabumi.id – Kontroversi pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di SMA Negeri 2 Kota Sukabumi kian melebar. Pasalnya, kasus tersebut sampai akan dilaporkan ke Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) atau biasa disapa Bapak Aing.
Hal itu pertama disuarakan oleh Forum RT/RW Kelurahan Karamat, Kecamatan Gunungpuyuh pada Kamis (26/6/2025). Mereka menilai SPMB tahun ini sungguh di luar akal sehat.
”Kami sangat kecewa dan heran, masa ada calon siswa yang jarak rumahnya hanya sekitar lima meter dari sekolah tidak diterima dengan dalih sistem, termasuk puluhan calon siswa SMAN 2 yang berdomisili di Kelurahan Karamat,” kata Ketua Forum RT/RW, Irpan Mulyana.
Dia menambahkan, protes dilakukan karena banyaknya keluhan dari beberapa RW yang anaknya tidak masuk ke SMAN 2 Kota Sukabumi. Padahal sekolah ini masuk domisili Kelurahan Karamat, sesuai ketentuan.
Lebih lanjut dia menjelaskan kejadian ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana calon siswa yang berasal dari Kelurahan Karamat selalu terakomodir.
”Sangat berbeda sekali dengan tahun lalu situasinya. Sekolah lebih memprioritaskan siswa siswi baru yang berasal dari luar Kota Sukabumi,” tegasnya.
Bahkan pihak sekolah beralasan adanya ada penyangga dari Kabupaten Sukabumi. Ada 60 sekian dari Kabupaten dan Kota yang masuk, tambahnya.
Abah Ivan sapaan akrab Irpan menyebut, ada siswa dari daerah Kabupaten Sukabumi seperti Parungseah dan Kadudampit yang diterima. Sementara warga Kelurahan Karamat yang berada tepat di sekitar sekolah justru tak lolos seleksi.
“Jangan sampai warga kami yang menjadi korban. Biasanya bisa masuk ke SMAN 2, tapi sekarang kenapa tidak?” tegasnya.
Masih kata dia, menambahkan bahwa forum RT/RW siap membawa masalah ini ke tingkat provinsi, jika tuntutan mereka tidak direspon. “Kami siap mengadu ke provinsi atau bahkan mendatangi Bapak Aing. Entong pilih kasih atuh, Bapak Aing,” ucapnya.
Salah satu kasus yang disorot adalah calon siswa yang rumahnya hanya beberapa meter dari sekolah, namun calon siswa tersebut tidak diterima hanya karena Kartu Keluarga (KK)-nya belum satu tahun.
“Kepala sekolah bilang, sistemnya menolak karena KK belum satu tahun. Tapi masa iya jaraknya cuma lima meter tidak dipertimbangkan?” tuturnya kecewa.
Forum RT/RW menuntut agar nanti pada gelombang kedua, semua calon siswa dari Kelurahan Karamat yang lokasinya sangat dekat dengan sekolah dapat diterima. “Tolong dong ada toleransinya. Apalagi yang paling dekat,” katanya.
Di bagian lain dia menjelaskan, jika tuntutan tidak dipenuhi, pihaknya akan menempuh jalur resmi ke KCD, bahkan ke Gubernur Jawa Barat.
“Pak Kepsek, Pak Rahmat, dan Pak Aceng Insya Allah akan mengakomodir. Tapi kalau tidak, kita akan tempuh ke KCD, ke Provinsi, bila perlu ke Bapak Aing. Camkan itu,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMAN 2 Kota Sukabumi, Rahmat Mulyana, menjelaskan bahwa situasi ini merupakan bagian dari dinamika pelaksanaan SPMB tahun 2025. Ia mengapresiasi aspirasi yang disampaikan forum RT/RW.
“Warga yang berada di sekitar sekolah tidak diterima di jalur domisili karena adanya perubahan sistem dari zonasi menjadi domisili. Persentase kuota jalur domisili pun turun dari 50 persen menjadi 35 persen, sehingga radiusnya menyempit,” jelas Rahmat.
Pada tahun sebelumnya, lanjutnya, sistem zonasi mencakup radius hingga 1,1 kilometer. Namun kini dengan sistem domisili hanya 800 meter, sehingga berdampak pada calon siswa dari wilayah seperti Kelurahan Karamat.
“Kami sebagai pelaksana hanya bisa menjalankan berdasarkan pedoman dan juklak juknis. Namun tentu saja aspirasi ini akan kami teruskan kepada pimpinan, baik ke KCD maupun ke Provinsi,” ujarnya.
Terkait kasus calon siswa yang jaraknya hanya lima meter tapi tidak diterima, Rahmat menyebut hal itu berkaitan dengan persyaratan administrasi yang belum terpenuhi. “Salah satu syaratnya adalah KK minimal satu tahun. Jika kurang dari itu, sistem menolak,” jelasnya.
Forum RT/RW Menyoroti Jejak Kontroversial SPMB SMAN 2 Kota Sukabumi
