Mencegah Budaya Perudungan

Oleh: Ust. Lathief Abdallah(Pengasuh Pondok Baitul Hamdi)

Pelitasukabumi.id – Perundungan (bullying) di kalangan anak dan remaja kini menjadi fenomena. Di balik kemajuan teknologi dan pendidikan, justru tumbuh budaya kekerasan yang diam-diam melukai generasi baik secara fisik, psikis, maupun digital. Banyak anak kehilangan rasa aman bahkan di tempat pendidikan, ruang yang seharusnya paling melindungi mereka

Baru- baru ini, seorang siswi MTs di Sukabumi ditemukan gantung diri di rumahnya setelah merasa tak tahan atas bullian dari teman- teman sekelasnya. Kejadian yang sama seorang mahasiswa Universitas Udayana Bandung bunuh diri diduga akibat tidak tahan merima bullian dari rekan-rekannya. Viral dalam video di SMP Blora Jawa tengah seorang siswa dipukuli sambil ditonton dan diejek oleh teman-temannya. Hal yang sama terjadi diSMPN 8 Depok, dan SMAN 72 Jakarta. Semua itu memperlihatkan bahwa perundungan bukan sekadar kenakalan remaja, melainkan krisis sosial yang mengancam masa depan anak Indonesia.

Data KPAI menunjukkan sepanjang 2024 terdapat 2.057 pengaduan pelanggaran hak anak, mencakup kekerasan fisik, psikis, dan cyberbullying, serta 25 kasus bunuh diri anak pada 2025 yang diduga terkait depresi akibat perundungan. Di sektor pendidikan, tercatat 1.801 pengaduan dengan 31 kasus bullying di sekolah, sementara riset menunjukkan 26% siswa SD, 25% SMP, dan 18,75% SMA pernah menjadi korban. FSGI melaporkan 50% kasus terjadi di jenjang SMP, dan Asesmen Nasional

Banyak faktor yang menyebabkan lahirnya budaya kekerasan termasuk perundungan. Pemerhati pendidikan melihat akar masalahnya terletak pada lingkungan sosial yang memburuk; pertama, keluarga disharmoni membuat anak kehilangan figur dan mencari pelarian di luar rumah. Kedua, ruang sosial kerap bersifat toxic baik di dunia nyata maupun media sosial yang menormalisasi ejekan, kekerasan, dan konten merendahkan demi perhatian publik. Nilai moral melemah, empati menurun, dan kekerasan dianggap wajar. Ketiga, regulasi serta institusi pendidikan pun sering gagal memberi perlindungan; korban distigma “lemah”, sementara sekolah menutup-nutupi kasus demi citra. Keempat, tidak adanya sanksi yang menimbulkan efek jera. Perundungan terus berulang, menggerus rasa aman dan kemanusiaan di lingkungan anak-anak Indonesia.

Dalam pandangan Islam perundungan (bullying); sikap merendahkan atau mengejek orang lain termasuk dosa besar. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengejek kaum yang lain. Boleh jadi yang diejek itu lebih baik daripada yang mengejek.” (QS. al-Hujurât [49]: 11).*

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini melarang setiap bentuk penghinaan karena perbuatan tersebut mengandung unsur merendahkan orang lain dan hukumnya haram. Dengan demikian, segala bentuk ejekan, kekerasan verbal, fisik, maupun digital termasuk perundungan (sukhriyyah) yang jelas dilarang dalam syariat Islam.

Islam untuk mencegah budaya perundungan di kalangan anak dan remaja, Islam menitik beratkan pada tiga lembaga;

Baca Juga :  Amaliah Di 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah.

Pertama, keluarga sebagai madrasah pertama. Islam menempatkan keluarga sebagai benteng utama pembentukan karakter anak. Orangtua tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pendidik dan pelindung. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.”(QS. at-Tahrîm [66]: 6).

Ali radhiyallahu ‘anhu menafsirkan ayat ini dengan perintah: “Ajarilah dan didiklah mereka.”(Ibnu al-Jauzi, Zaad al-Masiir, 6/48)

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: “Perintahkanlah anak-anak kalian menunaikan shalat saat berumur tujuh tahun.”(HR. Abu Dawud).

Dalam keluarga yang baik, anak tumbuh dalam kasih sayang dan penghormatan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ’alaihi wasallam: “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua.”(HR Ahmad dan at-Tirmidzi).

Kedua, sekolah sebagai tempat pembentukan kepribadian Islam. Dalam Islam, pendidikan tidak hanya bertujuan mentransfer ilmu, tetapi membentuk kepribadian islam (syakhshiyyah Islamiyyah), kepribadian yang taat dan berakhlak mulia. Ilmu sejati adalah yang menumbuhkan ketakwaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala:

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (QS. Fâthir [35]: 28).

Sekolah yang berlandaskan nilai syariah akan menanamkan adab, menumbuhkan empati, dan menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan. Guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga teladan yang membina siswa dengan kasih sayang dan tanggung jawab moral.

Ketiga, negara melindungi anak dengan hukum syariah. Islam mewajibkan negara menjaga keamanan jiwa warganya, termasuk anak-anak dari berbagai bentuk kezaliman. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

“Janganlah kalian membunuh jiwa yang telah Allah haramkan (untuk dibunuh).” *(QS. al-Isrâ’ [17]: 33).

Karena itu, bullying yang menyebabkan depresi berat, bunuh diri, atau kematian korban termasuk pelanggaran berat yang harus diberi sanksi tegas. Jika korban meninggal, pelaku dapat dikenai qishaash sesuai hukum Islam. Negara juga wajib menegakkan sistem pendidikan berbasis syariah, mengawasi sekolah dan keluarga, serta membangun lingkungan sosial yang aman agar generasi muda tumbuh dalam suasana kasih sayang dan saling menghormati.

Fenomena bullying yang kian marak sejatinya bukan sekadar masalah perilaku individu, melainkan buah dari sistem hidup sekularisme yang menyingkirkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Dalam sistem ini, manusia diajarkan menuhankan kebebasan dan menilai kehormatan berdasarkan harta, popularitas, dan kekuasaan. Akibatnya, yang kuat menindas yang lemah, yang populer merendahkan yang tidak dikenal. Padahal Islam menegaskan bahwa kemuliaan bukan diukur dari materi, tetapi dari ketakwaan.

”Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak memandang fisik, keturunan dan harta kalian. Akan tetapi, Allah memandang kalbu (ketakwaan) kalian.”(HR ath-Thabarani).

Dengan dasar ini, Islam menolak budaya merendahkan dan justru menanamkan nilai kasih sayang, penghormatan, dan saling melindungi antar sesama.

Bagikan Pelitasukabumi.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Punten Teu Kenging Copas nya, Mangga hubungin IT Pelitasukabumi.id 081563116193