Oleh: Lathief Abdallah (Pemerhati Agama Dan Sosial)
Pelitasukabumi.id – Menjelang akhir tahun 2025, bencana kembali ‘menyapa’. Aceh – Sumatera tenggelam dalam lautan air disebabkan banjir yang sangat besar. Ada yang menyebut, setelah tsunami pertama di Aceh tahun 2014, bencana banjir kali ini seakan tsunami ke dua, bahkan berdampak lebih besar.
Sajak 26 November bencana banjir besar menimpa setelah diguyur hujan 3 hari beturut turut. Informasi sementara dari media per 3 Desember 2025 melaporkan Korban meninggal dunia: 804 jiwa. Korban hilang: 657 jiwa. Korban terluka: 2.600 jiwa, dan jumlah pengungsi: 582.500 jiwa.
Atas musibah tersebut, marilah kita ucapkan do,a istirj’a, “Inna lillahi wa inna ilaihi raaj’oon, Allahumma ajurhum fii mushiibatihim, wa akhlif lahum khairan minhaa” Sesungguhnya kami milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Ya Allah berilah pahala atas musibah yang menimpa saudara kami di Aceh dan Di Sumatera. Gantilah mushibah itu untuk mereka dengan sesuatu yang lebih baik. Semoga mereka diberi kekuatkan dan kesabaran, ketabahan dan ketawakalan. Mereka yang korban tewas semoga wafat dalam rida dan rahmat Allah SWT. Harta yang hilang Allah ganti dengan yang lebih baik segalanya.
Dalam tinjauan aqidah, sesuatu terjadi pada lingkup manusia ada yang musayyar (di luar kendali manusia), dan ada yang mukhayyar (dalam kendali manusia). Termasuk peristiwa musibah banjir, longsor, dsb tidak lepas dari dua dimensi tersebut.
Pada dimensi Pertama Al Qur’an menyatkan secara mutlak bahwa bencana apapun bentuknya semua telah termaktub, terprogram sesuai rancangan lahwul mahfudz.
” Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak (pula pada) dirimu melainkan telah tertulis dalam kitab (lawhul mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. sesunguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.“ ( Q.S. Al-Hadid : 22).
Manusia tak terlibat apapun, mengatahui dan menerimanya setelah terjadi. Bencana tsunami contohnya, karena gelombang laut besar yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik di dasar laut, letusan gunung berapi, atau longsor di laut. Mengakibatkan air laut naik kedarat dan menenggelamkan daratan seperti terjadi di Aceh 2024 dan Banten 2019. Termasuk gempa bumi Cianjur 2023 yang meluluhlantahkan bangunan dan menelan banyak korban.
Semua musibah yang menimpa tanpa peran manusia adalah untuk menguji kesabaran hamba-hamba Allah. Agar mereka semakin mendekat erat kepada-Nya. Bahwa manusia dengan segala kehebatan dan keangkuhannya tidak bisa menghindari atas qudrah dan iradah (kekuasaan dan keendaknya-Nya)
” Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepada kamu berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, dan buah-buahan, dan berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila mereka tertimpa musibah. mereka mengucapkan Inna lillahi wainna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya). Mereka itulah yang mendapatkan berkah dan rahmat dari Tuhannya dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah : 155)
Lebih dari itu jika diiringi dengan sabar dan tawakal atas musibah sekecil apapun yang menimpanya bernilai kifarat atas dosa-dosanya.
” Setiap musibah yang menimpa seorang mukmin, pastilah Allah menjadikan sebagai kifarat atas dosanya hingga duri yang menusuknyapun”. (HR. Muslim)
Bila dimensi pertama mutlak di luar kendali manusia (musayyar), maka pada dimensi kedua segala musibah itu dikaiteratkan dengan peran manusia. Artinya ada sebab akibat yang ditimbulan dari prilaku manusia sendiri.
Dalam hal ini Allah SWT mengungkapkan dalam Firman-Nya, “Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena apa yang telah dikerjakan oleh tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).”
(QS.Al-Syura : 30)
Ayat ini menunjukkan peran manusia dalam hadirnya berbagai musibah. Dalam hal ini manusia akan dipinta pertangungjawaban. Mengapa membuang sampah sembarangan? Mengapa membangun idustri tanpa memperhatikan dampak lingkungan? Mengapa menggunduli hutan yang seharusnya dijaga?
“Telah nampak keruksakan di darat dan di laut akibat tangan-tangan (dosa dan maksiat ) mansia. Supaya mereka merasakan akibat perbuatan mereka. dan supaya mereka kembali kepada jalan yang benar “. (Q.S. Rum: 41).
Sebagi contoh, Allah SWT turunkan air hujan dengan terukur agar membawa manfaat, “Dan Yang menurunkan air (hujan) dari langit menurut kadar (yang diperlukan), lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati (tandus); seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).”
(QS. Al-Zukhruf11)
Namun realitanya taggal 27 November 25 membawa banjir besar menenggelamkan tiga propinsi ; Aceh, Sumatra Utara Dan Sumatra Barat. Menghancurkan rumah-ruamah, merobohkan jembatan dan mengusur semua yang ada, juga mengorbankan ribuan manusia.
Sebab utamanya adalah deforestasi; adanya pembalakan hutan liar, penebangan sporadis, penuh ketamakan dan keserakahan. Tumpukan padat kayu- kayu potongan dibawa oleh air ke jalan-jalan, ke sungai hingga ke pantai menjadi bukti tersendiri.
Data Walhi menyebutkan; Periode 2016 hingga 2025, seluas 1,4 juta hektar hutan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah hilang terdeforestasi oleh aktivitas 631l perusahaan.(https://www.walhi.or.id)
Karena itu pemerintah mencabut 8 perusahaan yang diduga menjadi biang keroknya banjir Aceh – Sumatera.(https://www.cnnindonesia.com/nasional/).
Sepatutnya bukan hanya mencabut izin usahanya tapi penaggungjawab perusahaan sebagai pelaku utamanya mesti disered kepengadilan dan diberi sanksi seberat-beratnya. Karena telah mengakibatkan korban ribuan manusia dan kerugian material yang tak terhitung.

