Wartawan Usep Mulyana
Pelitasukabumi.id – Penelusuran arkeologis yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama sejumlah peneliti lokal di kawasan Gunung Tangkil, Kabupaten Sukabumi, kembali mengungkap jejak sejarah penting.
Sebuah arca yang telah rusak ditemukan di tengah hutan lebat, diduga berasal dari masa megalitik dan memiliki kemiripan kuat dengan koleksi yang saat ini dipajang di Museum Prabu Siliwangi.

Penemuan tersebut bermula dari observasi lapangan yang dilakukan oleh salah satu peneliti, Zubair Mas’ud. Saat menyusuri lereng berbatu yang tertutup semak belukar, ia menemukan potongan arca batu yang kemudian dikonfirmasi mengandung kesamaan material dengan benda-benda di museum.
“Berdasarkan pengamatan awal, batuan arca di Museum Prabu Siliwangi cocok dengan lokasi temuan di Gunung Tangkil,” ujar Kyai Fajar Laksana, salah satu narasumber dalam seminar arkeologi yang digelar Rabu, (30/7/2025).
Gunung Tangkil sendiri hingga kini belum ditetapkan sebagai situs budaya resmi. Kawasannya masih alami, tersembunyi di balik hutan lebat dan minim sentuhan manusia. Namun, temuan-temuan terkini mengindikasikan kawasan ini menyimpan nilai sejarah tinggi.
Selain arca, tim juga menemukan batu menhir di Desa Tugu serta jejak serupa di Gunung Karang memperkuat dugaan bahwa kawasan ini merupakan salah satu pusat peradaban megalitik.
Tak hanya peninggalan batu, ahli keramik yang terlibat dalam riset ini juga menemukan ratusan pecahan keramik yang berasal dari rentang abad ke-10 hingga ke-20.
Temuan ini diyakini menjadi bukti kuat bahwa wilayah Gunung Tangkil dulunya merupakan bagian dari jalur perdagangan maritim antara Nusantara dan Tiongkok.
BRIN mengusulkan agar hasil temuan, terutama fragmen keramik, dapat dipajang dalam ruang pamer khusus di museum guna mengedukasi masyarakat tentang sejarah perdagangan kuno di wilayah tersebut.
Rencana lanjutan pun telah disusun. Awal September mendatang, BRIN akan kembali ke lokasi dengan membawa teknologi pemetaan canggih seperti drone dan LIDAR.
Perangkat ini diharapkan mampu mengungkap struktur batuan yang kemungkinan besar tersusun secara arsitektural oleh manusia masa lampau.
Menariknya kata Fajar ketertarikan terhadap situs ini juga datang dari akademisi Universitas Indonesia, Prof. Ali Akbar tokoh penting dalam riset situs Gunung Padang.
Ia menilai ada kemungkinan keterhubungan antara kedua situs tersebut dan menyambut baik wacana riset kolaboratif lanjutan.
Meski belum ditetapkan sebagai situs resmi, Gunung Tangkil hingga kini masih menjadi lokasi aktivitas budaya masyarakat setempat.
Pada bagian lain dia mengatakan, beberapa warga diketahui rutin melakukan ritual adat di titik-titik tertentu, yang oleh para peneliti disebut sebagai bentuk budaya berlanjut jejak warisan leluhur yang masih hidup hingga kini.
“Awalnya kami hanya ingin memverifikasi asal koleksi museum, namun justru menemukan potensi situs megalitik yang baru. Harapannya, ini bisa menjadi cagar budaya ke depan,” ujarnya.
Para peneliti kini menyerukan agar Pemerintah Daerah maupun Pusat segera turun tangan untuk meninjau status kawasan Gunung Tangkil.
”Penetapan sebagai situs cagar budaya dinilai penting demi menjaga warisan sejarah dan identitas budaya yang mulai tersingkap dari balik rimbunnya hutan Sukabumi,” tutur dia.